Ngarti.comĀ – Tradisi Jawa memiliki beragam warisan budaya yang masih dipraktikkan hingga kini, salah satunya terkait dengan weton dan primbon.
Banyak masyarakat mengenal kedua istilah ini, namun tidak sedikit yang masih keliru dalam memahaminya.
Keduanya memang sering disebut bersamaan, tetapi sebenarnya memiliki arti dan fungsi yang berbeda dalam kehidupan orang Jawa.
Pemahaman mengenai weton dan primbon tidak hanya berkaitan dengan spiritualitas, melainkan juga menyangkut nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun.
Apa Itu Weton dalam Tradisi Jawa?
Weton dalam tradisi Jawa merujuk pada hari kelahiran seseorang yang dihitung berdasarkan kalender Jawa.
Perhitungan ini memadukan penanggalan masehi dengan pasaran Jawa, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Setiap kombinasi hari dan pasaran dipercaya membawa karakter, nasib, serta keberuntungan tertentu bagi seseorang.
Misalnya, seseorang yang lahir pada Selasa Kliwon dianggap memiliki sifat tegas dan berani, sementara yang lahir pada Jumat Legi sering dikaitkan dengan kepribadian ramah dan disukai banyak orang.
Masyarakat Jawa menggunakan weton sebagai dasar untuk menentukan berbagai hal penting, mulai dari kecocokan jodoh hingga pemilihan hari baik dalam melaksanakan acara.
Dalam praktik sehari-hari, weton juga menjadi acuan bagi keluarga untuk melakukan ritual selamatan pada hari tertentu, misalnya saat seseorang berulang tahun menurut hitungan Jawa.
Weton tidak hanya dipahami sebagai angka atau simbol, tetapi juga sebagai bagian dari identitas diri seseorang di tengah komunitas Jawa.
Melalui weton, hubungan antara manusia dengan alam semesta dipercaya dapat terjaga seimbang.
Peran Primbon dalam Kehidupan Jawa
Berbeda dengan weton, primbon adalah kitab atau kumpulan naskah yang berisi aturan, ramalan, dan pedoman hidup masyarakat Jawa.
Primbon menjadi semacam ensiklopedia budaya yang merangkum ajaran leluhur mengenai berbagai aspek kehidupan.
Di dalam primbon terdapat penjelasan tentang perhitungan weton, tetapi cakupannya jauh lebih luas, termasuk tafsir mimpi, penentuan hari baik, hingga ramalan masa depan.
Primbon juga sering dijadikan pegangan dalam menentukan waktu yang tepat untuk menggelar acara penting, seperti pernikahan, pindahan rumah, atau memulai usaha.
Bagi masyarakat Jawa tradisional, primbon dipandang sebagai pedoman untuk menjaga keseimbangan antara tindakan manusia dengan kehendak alam.
Kitab primbon tidak hanya sekadar ramalan, melainkan juga memuat nilai-nilai etika dan falsafah hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Keberadaan primbon juga menunjukkan kedekatan orang Jawa dengan simbol-simbol kosmis yang menjadi dasar pandangan hidup mereka.
Primbon dipercaya membantu manusia dalam memahami tanda-tanda kehidupan yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan logika.
Perbedaan Mendasar Antara Weton dan Primbon
Perbedaan utama antara weton dan primbon terletak pada cakupannya.
Weton adalah bagian kecil dari primbon yang berfokus pada kelahiran seseorang dan perhitungan hari.
Sementara primbon mencakup keseluruhan pengetahuan tradisional yang lebih luas, termasuk tafsir mimpi, ramalan, hingga doa-doa tertentu.
Weton bersifat personal karena terkait langsung dengan identitas individu, sedangkan primbon lebih bersifat kolektif sebagai panduan bagi masyarakat secara umum.
Keduanya saling berkaitan, tetapi primbon memiliki posisi lebih besar karena memuat weton sebagai salah satu bagiannya.
Weton biasanya dipakai dalam konteks sehari-hari, sementara primbon menjadi rujukan saat menghadapi peristiwa penting atau situasi yang membutuhkan perhitungan khusus.
Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam memaknai warisan budaya Jawa.
Weton dan primbon tidak hanya berfungsi sebagai tradisi, tetapi juga sebagai sarana refleksi diri dan pengingat akan hubungan manusia dengan alam serta Sang Pencipta.***