Ngarti.comĀ – Fenomena cold case dalam penanganan kasus kepolisian kerap menimbulkan pertanyaan publik terkait penyebab dan langkah lanjutan yang dilakukan aparat.
Cold case merujuk pada kasus pidana yang belum terselesaikan dalam jangka waktu lama, meski proses penyidikan telah dilakukan.
Dalam konteks kepolisian, istilah ini tidak hanya menggambarkan sulitnya menemukan pelaku, tetapi juga menunjukkan kompleksitas penegakan hukum di lapangan.
Sebagian besar masyarakat awam memahami cold case sebatas perkara yang tidak kunjung selesai, padahal dalam praktiknya terdapat mekanisme khusus yang melatarbelakangi status tersebut.
Mengapa Sebuah Kasus Bisa Menjadi Cold Case?
Kasus pidana yang masuk kategori cold case umumnya menghadapi kendala serius dalam pembuktian.
Kendala itu bisa berupa minimnya saksi, hilangnya barang bukti, atau sulitnya melacak jejak pelaku seiring berjalannya waktu.
Dalam beberapa kasus, pelaku justru berpindah tempat, mengubah identitas, hingga meninggalkan sedikit sekali jejak digital maupun fisik.
Kondisi ini membuat penyidik harus menunda penyelidikan aktif hingga ada informasi baru yang relevan.
Namun, status cold case bukan berarti kasus tersebut ditutup secara permanen oleh kepolisian.
Dalam hukum pidana di Indonesia, kasus pidana berat tetap dapat dibuka kembali jika ditemukan bukti baru yang kuat.
Artinya, cold case lebih tepat dipahami sebagai bentuk pendinginan penyelidikan, bukan penghentian secara total.
Peran Polisi dalam Penanganan Cold Case
Aparat kepolisian memiliki prosedur khusus ketika menangani kasus yang berstatus cold case.
Biasanya, dokumen penyidikan akan diarsipkan dengan rapi agar bisa dibuka kembali sewaktu-waktu jika muncul perkembangan baru.
Beberapa kepolisian di negara maju bahkan memiliki unit khusus cold case yang bertugas menganalisis kembali kasus lama dengan teknologi modern.
Meskipun di Indonesia belum banyak unit resmi semacam itu, penyidik tetap berusaha memanfaatkan kemajuan teknologi forensik untuk menghidupkan kembali kasus lama.
Misalnya, penggunaan uji DNA, analisis sidik jari digital, hingga pemanfaatan rekaman CCTV yang dahulu tidak bisa diproses karena keterbatasan teknologi.
Di era digital, media sosial dan basis data kependudukan elektronik juga menjadi instrumen baru yang membantu penyelidikan cold case.
Keberhasilan polisi mengungkap kembali kasus lama kerap menjadi bukti bahwa teknologi hukum terus berkembang seiring kebutuhan masyarakat.
Dampak Cold Case terhadap Kepercayaan Publik
Kasus yang dibiarkan berstatus cold case seringkali menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat.
Keluarga korban biasanya menaruh harapan besar agar kasus segera terungkap demi keadilan.
Namun, lambatnya perkembangan penyidikan dapat menimbulkan kesan bahwa kepolisian tidak serius menangani kasus tertentu.
Padahal, dalam kenyataannya, aparat menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dari sisi jumlah personel maupun teknologi investigasi.
Kondisi inilah yang mendorong kepolisian untuk melakukan reformasi internal dengan menekankan pada transparansi informasi.
Publik kini menuntut aparat untuk lebih terbuka dalam menjelaskan mengapa sebuah kasus belum bisa dituntaskan.
Transparansi ini penting karena akan meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa meskipun kasus berstatus cold case, penyidikan tidak benar-benar berhenti.***